Kemkomdigi Sebut Facebook Jadi Tempat Terbanyak Persebaran Konten Negatif di Medsos

relaxmody.com – Belakangan ini, perhatian publik terhadap pola penyebaran informasi di media sosial meningkat tajam — terutama soal konten negatif, hoaks, ujaran kebencian, dan disinformasi. Dalam sebuah pernyataan resmi, Kemkomdigi menyoroti bahwa Facebook berada di puncak platform dengan jumlah tertinggi konten berbahaya tersebut. Data internal dan pemantauan intensif yang dilakukan menunjukkan bahwa Facebook menjadi kanal utama distribusi konten negatif, melebihi platform sejenis lainnya.

Menurut Kemkomdigi, karakter terbuka dan luasnya jaringan pertemanan di Facebook memungkinkan konten menyebar dengan cepat dan meluas tanpa banyak kontrol. Algoritma distribusi konten, fitur berbagi, serta kemampuan pengguna membuat grup atau komunitas dengan mudah, menjadi celah yang dimanfaatkan untuk menyebarkan informasi yang menyesatkan. Tidak jarang, posting kontroversial dilakukan berkali-kali dan mendapat interaksi tinggi dari pengguna. Hal ini dianggap sebagai potensi besar persebaran konten negatif yang sulit dikendalikan.

Penilaian ini bukan semata berdasarkan persepsi — hasil pemantauan menunjukkan bahwa mayoritas laporan dari masyarakat terkait konten negatif, hoaks, dan ujaran kebencian memang bersentuhan dengan Facebook. Banyak kasus disinformasi — mulai dari isu kesehatan, politik, hingga konflik sosial — terbukti memiliki jejak sharing berantai di Facebook sebelum menyebar ke platform lain. Fakta ini menunjukkan bahwa Facebook menjadi lokasi awal penyebaran konten negatif, yang kemudian meluas ke platform lain.

Kemkomdigi juga memperingatkan bahwa dampak negatif dari penyebaran konten semacam ini bisa sangat luas: menimbulkan kebingungan publik, memecah persatuan, memicu konflik, serta merusak kredibilitas informasi. Terlebih di Indonesia, keragaman budaya dan kerentanan terhadap hoaks membuat masyarakat bisa cepat terpengaruh. Oleh karena itu, Kemkomdigi menekankan pentingnya literasi digital, tanggung jawab pengguna, dan pengawasan ketat terhadap konten di media sosial.

Lebih lanjut, strategi yang disarankan oleh Kemkomdigi mencakup beberapa poin penting. Pertama — peran aktif pengguna dalam menyaring informasi sebelum membagikan. Kedua — peningkatan edukasi tentang literasi digital, agar masyarakat mampu mengenali hoaks dan konten negatif. Ketiga — kolaborasi antara pemerintah, platform media sosial, dan civil society untuk memperkuat regulasi dan mekanisme pelaporan. Terakhir — aksi preventif berupa kampanye anti-hoaks dan penguatan norma sosial dalam penyebaran informasi.

Pernyataan ini menuai reaksi dari berbagai kalangan. Bagi sebagian masyarakat, disebutnya Facebook sebagai “epicentrum” konten negatif ini dianggap wajar, mengingat luasnya penggunaan dan karakter interaktif platform tersebut. Banyak yang merasa bahwa selama ini Facebook menjadi sumber pertama mereka menerima informasi — tak selalu benar — yang kemudian dibagikan tanpa verifikasi.

Namun, ada juga suara skeptis yang menyebut bahwa fokus hanya pada satu platform dapat mengabaikan fakta bahwa penyebaran hoaks dan ujaran kebencian bisa terjadi di mana saja — baik di media sosial lain, forum online, maupun aplikasi pesan pribadi. Mereka memperingatkan agar tidak ada stigma berlebihan terhadap satu aplikasi.

Meski demikian, Kemkomdigi tetap berpegang pada data pemantauan dan laporan masyarakat — dan menyerukan agar pengguna lebih bijak dalam menggunakan media sosial. Menurut Kementerian, kampanye literasi dan penguatan regulasi harus terus digalakkan agar ruang digital di Indonesia tetap sehat, aman, dan produktif.

Sebagai warga aktif dunia maya, masyarakat pun diimbau untuk bersama-sama menjaga etika digital: memeriksa sumber, berpikir kritis sebelum membagikan, serta mempertimbangkan dampak jangka panjang dari informasi yang disebarkan. Karena, pada akhirnya, setiap like, share, atau komentar membawa tanggung jawab moral terhadap sesama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *