Mengungkap Digital Divide: Fakta dan Tantangan Kesenjangan Akses Digital

relaxmody.com – Digital divide, atau kesenjangan digital, merujuk pada perbedaan akses, penggunaan, dan manfaat teknologi digital, khususnya internet, antara berbagai kelompok masyarakat. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan ketimpangan teknologi, tetapi juga memperlebar jurang sosial-ekonomi di era modern. Artikel ini akan mengupas fakta-fakta penting tentang digital divide, tantangan yang dihadapi, dan dampaknya bagi masyarakat global, dengan fokus pada konteks Indonesia dan dunia.

Fakta-Fakta Kesenjangan Digital

  1. Populasi Tanpa Akses Internet
    Menurut International Telecommunication Union (ITU) pada 2025, sekitar 34% populasi dunia, atau lebih dari 2,7 miliar orang, masih belum terhubung ke internet. Sebagian besar tinggal di Afrika Sub-Sahara (70% tanpa akses) dan Asia Selatan (40% tanpa akses).
  2. Dominasi Daerah Perkotaan
    Di Indonesia, 78% pengguna internet terkonsentrasi di wilayah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, sementara hanya 48% penduduk pedesaan memiliki akses internet, menurut laporan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024.
  3. Kesenjangan Gender
    Secara global, perempuan 17% lebih kecil kemungkinannya dibandingkan laki-laki untuk menggunakan internet, terutama di negara berkembang. Di Indonesia, hanya 49% perempuan aktif online dibandingkan 54% laki-laki, berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).
  4. Biaya sebagai Penghalang
    Di negara berpenghasilan rendah, biaya akses internet bisa mencapai 20% dari pendapatan bulanan rata-rata, dibandingkan hanya 1-2% di negara maju. Di Indonesia, harga kuota data masih dianggap mahal oleh 60% penduduk pedesaan.
  5. Literasi Digital yang Rendah
    Sekitar 37% penduduk dunia tidak memiliki keterampilan digital dasar, seperti mengoperasikan aplikasi atau mencari informasi online, menurut UNESCO. Di Indonesia, hanya 35% masyarakat pedesaan memiliki literasi digital memadai.
  6. Pendidikan dan Digital Divide
    Siswa di daerah tanpa akses internet memiliki peluang 50% lebih rendah untuk melanjutkan pendidikan tinggi dibandingkan mereka yang terhubung, menurut studi World Bank 2023. Pandemi COVID-19 memperparah ini, dengan 30% siswa Indonesia kesulitan belajar daring.
  7. Infrastruktur yang Tidak Merata
    Hanya 25% wilayah pedesaan di Afrika dan 40% di Indonesia memiliki jaringan 4G yang stabil. Proyek Palapa Ring di Indonesia telah meningkatkan konektivitas, tetapi banyak desa terpencil masih bergantung pada sinyal 2G atau tanpa akses sama sekali.
  8. Kesenjangan Generasi
    Orang berusia di atas 50 tahun cenderung kurang menggunakan internet dibandingkan generasi muda. Di Indonesia, hanya 20% lansia aktif online, dibandingkan 85% anak muda usia 15-24 tahun, menurut APJII.
  9. Dampak Ekonomi
    Negara dengan digital divide yang tinggi kehilangan hingga 1,5% pertumbuhan PDB tahunan karena rendahnya partisipasi dalam ekonomi digital, menurut laporan McKinsey 2024. Di Indonesia, e-commerce hanya menyumbang 4% PDB karena akses terbatas di luar kota besar.
  10. Inovasi vs Kesenjangan
    Teknologi seperti Starlink dari SpaceX mulai menjangkau daerah terpencil, tetapi biaya perangkat (sekitar Rp7 juta di Indonesia) masih terlalu tinggi bagi kebanyakan penduduk pedesaan, mempertahankan kesenjangan.

Tantangan dan Dampak Digital Divide

Digital divide bukan sekadar masalah teknologi, tetapi juga memperburuk ketimpangan sosial. Tanpa akses internet, masyarakat kehilangan peluang untuk pendidikan daring, pekerjaan remote, atau berpartisipasi dalam ekonomi digital. Misalnya, selama pandemi, banyak pelaku usaha kecil di Indonesia gagal beralih ke platform online karena kurangnya akses dan keterampilan, menyebabkan kerugian pendapatan hingga 40%, menurut studi Bank Indonesia 2023.

Kesenjangan ini juga memperdalam isolasi budaya dan politik. Masyarakat yang tidak terhubung cenderung kurang mendapat informasi tentang isu global atau hak mereka, yang dapat melemahkan demokrasi. Di sisi lain, literasi digital yang rendah membuat masyarakat rentan terhadap hoaks dan penipuan online, seperti yang meningkat 25% di Indonesia pada 2024, menurut Kominfo.

Jalan Menuju Solusi

Menutup digital divide membutuhkan pendekatan multifaset. Pertama, pemerintah perlu memperluas infrastruktur, seperti melalui proyek satelit Satria-2 yang direncanakan meluncur pada 2026 untuk menjangkau 150.000 titik akses di Indonesia. Kedua, subsidi untuk perangkat dan kuota internet bagi kelompok marginal, seperti yang dilakukan melalui program “Internet Murah” Kominfo, harus diperluas.

Ketiga, pelatihan literasi digital harus menjadi prioritas. Program seperti “Desa Digital” di Indonesia, yang melatih warga desa menggunakan teknologi untuk pemasaran produk lokal, telah berhasil meningkatkan pendapatan 15% di 500 desa per 2024. Keempat, kolaborasi dengan sektor swasta, seperti penyedia layanan internet rendah biaya, dapat mempercepat akses di daerah terpencil.

Digital divide adalah cerminan ketimpangan modern yang tidak hanya tentang teknologi, tetapi juga keadilan sosial. Fakta-fakta menunjukkan bahwa miliaran orang, termasuk jutaan di Indonesia, masih terpinggirkan dari manfaat internet. Dengan investasi infrastruktur, edukasi, dan kebijakan inklusif, kesenjangan ini dapat diatasi, memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat menikmati peluang di era digital. Masa depan yang terhubung bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang memberi setiap individu kesempatan untuk berkembang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *